Selasa, 27 Maret 2012

Sinopsis , Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Siti Nurbaya

Judul : Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai) Penulis : Marah Rusli Penerbit : Balai Pustaka Cetakan : 2002 Tebal halaman : 271 halaman Tokoh : Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih, Baginda Sulaiman, Sutan Mahmud, Sitti Maryam, Sitti Alimah, Pak Ali, Arifin, Bakhtiar. Sinopsis : Dua orang anak muda tampak bernaung di bawah pohon sekitar pukul satu siang. Mereka adalah Sitti Nurbaya dan Samsulbahri. Anak laki-laki yang sering dipanggil Sam oleh teman-temannya adalah anak Sutan Mahmud Syah, Penghulu di Padang dan temannya yang dipanggil Nur adalah anak Baginda Sulaiman, seorang saudagar kaya di Padang. Mereka berteman sudah sejak lama. Mereka selalu bersama-sama. Hingga suatu hari, Samsulbahri harus berangkat ke Jakarta untuk melanjukan sekolahnya. Sebelum berangkat Samsulbahri menyatakan cintanya pada Sitti Nurbaya. Dan ternyata perasaan itu terbalas. Sungguh berat rasanya bagi mereka karena harus berpisah. Besoknya Samsulbahri dan teman-temannya, Arifin dan Bakhtiar berangkat untuk melanjutkan sekolah ke Sekolah Dokter Jawa dan Sekolah Opseter di Jakarta. Sudah tiga bulan sejak kepergian Samsulbahri. Nurbaya termenung ketika seorang Pak Pos memberikan surat dari Samsulbahri. Setelah selesai membaca surat, dia tertidur. Kira-kira pukul dua malam dia terbangun karena 3 buah tokonya terbakar. Sutan Mahmud curiga bahwa toko itu sengaja dibakar tapi dia tidak tahu siapa pelakunya karena sepertinya Baginda Sulaiman tidak punya musuh. Belum cukup musibah itu, 5 perahu yang mengangkut kapal miliknya tenggelam. Sehingga ayahnya meminjam uang kepada Datuk Maringgih. Tetapi dalam 3 bulan ia selalu rugi. Pohon kelapanya pun berbusuk dan tidak berbuah lagi. Bila dia tidak bisa melunasinya maka dia akan di penjara dan disita rumahnya. Karena tak tega pada ayahnya, Sitti pun akhirnya menikah dengan Datuk Maringgih. Saat bulan Ramadhan, Samsu pulang dan menemui Sitti. Mereka berdua pun bercakap-cakap dan tanpa sengaja terbawa perasaan karena lama tak bertemu. Mereka berpelukan dan berciuman dan tanpa sengaja dilihat oleh Datuk Maringgih. Datuk Maringgih marah karena mereka bertemu diam-diam. Terjadilah keributan. Baginda Sulaiman buru-buru keluar dari biliknya dan ketika dia menurubi tangga, jatuhlah ia terguling-guling dan akhirnya meninggal. Sitti marah dan mengusir Datuk Maringgih dari rumahnya. Ayahnya pun dikuburkan di Gunung Padang. Sementara itu ayah Samsu mengusir Samsu dari rumahnya. Ibunya menangis dan akhirnya jatuh sakit. Pada saat itu juga Sitti dan Datuk Maringgih bercerai. Sitti pun tinggal di rumah sepupunya, Sitti Alimah. Sitti hanya termenung memikirkan kepergian Samsulbahri, Alimah yang melihat Sitti sedang termenung berusaha menghiburnya. Dan Alimah menyarankan untuk menyusul Samsu ke Jakarta. Sitti menyetujuinya dan akan berangkat Sabtu depan. Sitti merasa lega dan terlelap tidur besama Alimah. Kemudian Sabtu depan Nurbaya dan Pak Ali menaiki kapal dan akan segera berangkat ke Jakarta. Mereka tidak menyadari dua orang laki-laki mengikuti mereka. Mereka adalah Panglima Tiga dan Panglima Lima.. Panglima Tiga kembali ke Padang untuk memberitahukan Datuk Maringgih. Sedangkan Panglima Lima masih mengikuti Sitti Nurbaya. Di kapal tiba-tiba ada badai, Sitti pun duduk di kursi. Tiba-tiba Panglima Lima muncul dan hendak melempar Sitti ke laut. Tapi Sitti duluan minta tolong dan Pak Ali pun segera menolongnya. Mendengar banyak orang yang datang, Sitti Nurbaya pun disuruh beristirahat di kamar sakit. Saat kapal tiba, Samsu segera menuju kamar sakit dan menjenguk Sitti. Tiba-tiba datang schout memeriksa dan menyerahkan surat pada Samsu yang ternyata berasal dari Datuk Maringgih yang isinya menuduh Sitti mengambil barang-barang milik Datuk Maringgih. Ketika tidak ditemukan apa-apa mereka pun keluar dari kapal itu. Pada suatu ketika, tampak Sitti Nurbaya dan Sitti Alimah sedang becakap-cakap. Ketika mereka sedang bercakap-cakap didengarlah suara tukang jualan kue. Sitti membeli 4 buah lemang. Ketika dia memakannya dia pun tertidur. Setelah diperiksa, ternyata dia sudah tidak bernapas lagi. Ternyata yang menjual kue itu adalah Pendekar Empat, anak buah Datuk Maringgih. Ibu Samsu yang sakit keras di kampung sebelah pun tiba-tiba berpulang. Makam kedua jenazah ini dikuburkan dekat makam Baginda Sulaiman. Samsu yang mendengar kabar ini merasa sedih dan terpukul. Dia pun menembakkan pistol ke kepalanya hingga berlumuran darah. Sepuluh tahun kemudian tampak dua orang opsir berjalan. Salah satunya adalah Letnan Mas yang gagah berani di medan perang sehingga tanda bintang pun menghiasinya. Suatu hari dia ditugaskan ke Padang untuk memungut uang belasting. Karena masyarakat disana tak setuju dengan peraturan itu, terjadilah kerusuhan. Tampak Datuk Maringgih ikut menyerang. Letnan Mas pun segera menyerangnya. Setelah diamati, ternyata Letnan Mas adalah Samsulbahri. Betapa terkejutnya dia, tetapi peperangan tetap berlangsung. Hingga pistol Samsu mengenai Datuk Maringgih dan parang Datuk Maringgih mengenai Samsu. Terkaparlah mereka berdua. Letnan Mas segera dibawa ke dokter. Disana dia meminta untuk bertemu dengan Sutan Mahmud. Setelah itu, dia pun meninggal. Beberapa tahun kemudian Sutan Mahmud pun meninggal. Di Gunung Padang tampak 5 buah nisan berjejer. Dimana itu adalah makam dari Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Sitti Maryam, dan Sutan Mahmud. THE END o IDENTIFIKASI UNSUR INTRINSIK: a) Tokoh dan Karakter Tokoh Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, atau karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang menggambarkan kualitas pribadi seorang tokoh. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Secara umum kita mengenal tokoh protagonis dan antagonis. Karakter dan sifat Tokoh-tokoh pada Novel: Siti Nurbaya : baik, rela berkorban demi ayahnya. Samsulbahri : baik, bijak, rela berkorban demi Siti Nurbaya. Baginda Sulaiman : Pasrah pada nasib, kurang bijak, rela mengorbankan anaknya demi membayar hutang. Sultan Mahmud : Kurang berpikir panjang, tidak bijak dan terlanjur terburu-buru dalam membuat keputusan. Datuk Maringgih : culas, moralnya bobrok, serakah, jahat, biang masalah. b) Latar (Setting) Latar dalam sebuah cerita menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu sebagai berikut: ü Latar Tempat Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu. Latar tempat dalam Novel: Di kota Padang dan di Stovia, Jakarta (tempat sekolah Samsulbahri) ü Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan "kapan" terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Latar Waktu dalam Novel: pada masa dimana Kota Padang masih terjadi banyak huru hara juga saat dimana moral masih bobrok. ü Latar Sosial Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan dosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal-hal lainnya. Latar Sosial dalam Novel: Merupakan banyak mengandung unsur adat-istiadat Melayu. c) Alur (Plot) Alur adalah urutan peristiwa yang berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, akan tetapi menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Oleh karena itu, alur biasa disebut juga susunan cerita atau jalan cerita. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam menyusun bagianbagian cerita, yakni sebagai berikut. Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan mulai dari perkenalan sampai penyelesaian. Susunan yang demikian disebut alur maju. Urutan peristiwa tersebut meliputi: - mulai melukiskan keadaan (situation): Saat ayah siti Nurbaya masih sukses. (Bukti: Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.) - peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating circumtanses): Datuk Maringgih mulai culas. (Bukti: Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk Maringgih.) - keadaan mulai memuncak (rising action): Samsulbahri mengetahui nasib Siti Nurbaya. (Bukti: Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda belia harus menikah dengan Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar seprti kulit katak. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah di stovia, Jakarta. Sungguh berat memang, namun demi keselamatan dan kebahagiaan ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya. Samsulbahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya.) - mencapai titik puncak (klimaks): Samsulbahri dan Datuk Maringgih saling bunuh. (Bukti: Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan tindak kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala Samsulbahri dengan parangnya.) - pemecahan masalah/ penyelesaian (denouement): setelah membunuh Datuk Maringgih, Samsulbahri pun akhirnya tewas tanpa mendapatkan gadis pujaannya Siti Nurbaya. (Bukti: Samsulbahri alias Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit. Pada saat-saat terakhir menjelang ajalnya, ia meminta dipertemukan dengan ayahandanya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsulbahri sempat bertemu dengan orangtuanya dan Siti Nurbaya yang telah mendahuluinya.) d) Sudut Pandang (Point of View) Sudut pandang adalah visi pengarang dalam memandang suatu peristiwa dalam cerita. Untuk mengetahui sudut pandang, kita dapat mengajukan pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah tersebut? Ada beberapa macam sudut pandang, di antaranya sudut pandang orang pertama (gaya bercerita dengan sudut pandang "aku"), sudut pandang peninjau (orang ketiga), dan sudut pandang campuran. Sudut Pandang dalam Novel : sudut pandang orang ke-3. e) Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara khas penyusunan dan penyampaian dalam bentuk tulisan dan lisan. Ruang lingkup dalam tulisan meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi, penggunaan majas,dan penghematan kata. Jadi, gaya merupakan seni pengungkapan seorang pengarang terhadap karyanya. Gaya Bahasa Novel: Gaya Bahasa novel ini adalah Melayu. f) Tema Tema adalah persoalan pokok sebuah cerita. Tema disebut juga ide cerita. Tema dapat berwujud pengamatan pengarang terhadap berbagai peristiwa dalam kehidupan ini. Kita dapat memahami tema sebuah cerita jika sudah membaca cerita tersebut secara keseluruhan. Tema Novel: Tema Novelnya adalah kisah cintayang tak kunjung padam dari sepasang anak manusia yaitu Siti Nurbaya dan Samsulbahri. g) Amanat Melalui amanat, pengarang dapat menyampaikan sesuatu, baik hal yang bersifat positif maupun negatif. Dengan kata lain, amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang berupa pemecahan atau jalan keluar terhadap persoalan yang ada dalam cerita. Amanat yang terkandung dalam Novel: - Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya. - Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam sampai mati. - Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga. - Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga. - Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya. - Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup. o IDENTIFIKASI UNSUR EKSTRINSIK: Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya. Yang termasuk unsur ekstrinsik karya sastra antara lain sebagai berikut. 1. Keadaan subjektivitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup. Keadaan Subjektivitas: pengarang berusaha melakukan inovasi baru, dengan menggebrak Sastra Indonesia Modern dengan melncurkan novel ini dengan gaya bahasa sendiri. Pandangan hidup penulis adalah pandangan hidup ke depan dan penuh inovasi baru. Dan juga tak terpaut juga terkekang dengan adat istiadat lama. 2. Psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya). Psikologi pengarang: merasa terkekang dengan adat istiadat lama, dan melakukan terobosan dengan mengarang buku novel, “Siti Nurbaya”. 3. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial. Keadaan yang terjadi: masih terkekang dalam kehidupan adat istiadat yang masih kuno, baik dari segi ekonomi, politik dan sosialnya. Lalu pengarang berusaha membuat terobosan baru dengan karyanya. 4. Pandangan hidup suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lainnya. Pandangan yang terjadi: pada saat itu pandangan karya seni cenderung monoton, dan gaya bahsanya hanya itu saja, jadi Marah Rusli membuat gebrakan dengan memunculkan gaya bahasa Melayu.

Leave a Reply

 
 

Link List

Recent Comments

Followers